Menggagalkan Titipan pada Jokowi

Jokowi adalah sosok yang memikat bagi yang menginginkan perubahan, khususnya perubahan dalam pemerintahan. Rekam jejaknya bukan koruptor, latar belakangnya bukan militer, ia bukan bagian dari masa lalu buruk Indonesia. Mungkin ini lah salah satu alasan utama masyarakat memilihnya. Berharap masa lalu buruk tidak menduduki kursi jabatan lagi.

Paling Diharapkan Justru Paling Mengecewakan

Namun ternyata yang paling diharapkan justru yang paling mengecewakan. Harapan bahwa ia akan memberikan kursi-kursi jabatan kepada mereka yang berintegritas minim terjadi. Tudingan bahwa dirinya boneka justru seakan terbukti. Ia berulang kali memilih menteri, Kapolri, kepala-kepala lembaga negara, hingga anggota Watimpres yang diduga titipan. Masyarakat menuding "titipan" karena calon-calon pejabat tersebut dekat dengan para politikus Koalisi Indonesia Hebat.

Digagalkan KPK

Masyarakat boleh sedikit lega dengan adanya KPK sebagai penyelamat. Beberapa calon menteri yang diduga titipan gagal lolos menjadi menteri karena memiliki rapor merah dari KPK. Walaupun tidak sepenuhnya memuaskan, namun paling tidak jabatan menteri tidak diduduki oleh mereka yang memiliki masa lalu korupsi.

Terbaru calon Kapolri Budi Gunawan yang dipilih Jokowi dan bahkan sudah disetujui DPR, harus menunda pelantikannya karena tiba-tiba dijadikan tersangka rekening gendut oleh KPK. Budi Gunawan wajib menjalankan proses hukum terlebih dahulu untuk menentukan status hukumnya sebelum menjadi Kapolri. Jika ia diputuskan bersalah, maka Jokowi harus kembali mencari calon Kapolri yang baru. Lagi-lagi kursi jabatan terhindar dari terduga koruptor pilihan Jokowi.

3 Dugaan

Ada apa dengan Jokowi? Mengapa berulang kali ia memilih dan bahkan melantik para pejabat yang tidak berintegritas? Mengapa ia dengan terang-terangan mengecewakan harapan masyarakat, terutama para pemilihnya? Dugaan pertama: karena ia memang sebenarnya tidak memiliki integritas itu sendiri. Pemilihnya telah tertipu. Ia sebenarnya hanya politikus seperti pada umumnya yang akan membagikan jabatan kepada mereka yang akan menguntungkannya secara pribadi. 

Dugaan kedua: karena ia adalah boneka Megawati atau karena ia memiliki janji politik dengan partai koalisinya. Bagi-bagi jabatan seakan wajib sebagai bentuk terima kasih karena telah membantunya menjadi presiden.

Dugaan ketiga, dugaan harapan: karena ia sedang berstrategi. Mengambil kutipan dari Ahok di wawancaranya dalam majalah Tempo, Senin 25 Agustus 2014,

 

"Gaya Jokowi itu menerapkan teori membunuh kodok. Kodok yang dilemparkan ke air panas yang mendidih di kuali tidak akan mati karena kodok berdarah dingin, jadi langsung loncat. Tapi Jokowi melempar kodoknya ke air dingin, yang membuat kodok itu berenang dan diam. Setelah itu, kompor dipanaskan pelan-pelan. Sampai mati kodok itu tidak akan loncat karena tidak merasa dibunuh."

 

Banyak yang menduga Jokowi sedang ditekan untuk menuruti Megawati maupun koalisinya. Ia tidak bisa menolak titipan karena masih membutuhkan keduanya dalam menguatkan posisinya di DPR. Tapi sekali lagi, dugaan ketiga adalah harapan: Jokowi sedang membunuh kodok dengan perlahan. Bagaimana caranya tidak menolak mereka namun tetap menggagalkan calon mereka? Melalui KPK.

Tidak Semua Sukses

Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana dengan beberapa titipan yang tetap mendapatkan jabatan? Kenapa lolos? Apakah mungkin karena beberapa titipan itu tidak memiliki rapor merah dari KPK? Walaupun para titipan tidak memiliki kapasitas dan integritas, namun karena tidak memiliki kasus korupsi, maka mereka tidak dapat digagalkan KPK. KPK hanya bisa menggagalkan mereka yang memiliki rapor merah dalam masalah korupsi. Sementara masalah nepotisme, KPK tidak dapat mengambil tindakan. Maka dari itu tidak semua usaha menggagalkan para titipan itu dapat berakhir sukses.

Ada KPK, Ada KASN

Jika dalam masalah korupsi Indonesia memiliki KPK, maka dalam masalah nepotisme Indonesia memiliki Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). KASN adalah komisi yang baru saja diresmikan Jokowi di awal pemerintahannya. Salah satu tujuan komisi ini adalah agar negara menghasilkan pegawai aparatur sipil negara yang profesional, memiliki nilai dasar, memiliki etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tujuan ini diharapkan tercapai dengan sistem merit. Sistem merit adalah kebijakan yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Adil dan wajar artinya tanpa membedakan latar belakang politik, ras, agama, jenis kelamin, asal-usul, umur, dll.

Secara lebih luas, melaksanakan sistem merit antara lain seperti adil dan kompetitif dalam seleksi dan promosi; memberikan reward and punishment berbasis kinerja; standar integritas dan perilaku untuk kepentingan publik; bahkan hingga melindungi PNS dari intervensi politik dan perbuatan semena-mena. Sehingga selain berusaha menseleksi maupun mengawasi kinerja para aparatur sipil negara agar selalu berujung pada kepentingan publik, KASN juga berusaha melindungi performa kerja para aparatur sipil negara dari intervensi politik.

Akan tetapi sungguh disayangkan, tidak seperti KPK yang tidak hanya berwewenang menyidik namun juga berwewenang menangkap koruptor, KASN tidak memiliki wewenang memberikan tindakan kepada pelanggar UU ASN yang pada akhirnya merusak sistem merit. Komisi ini hanya dapat menyelidiki dan jika ditemukan adanya pelanggaran UU ASN, KASN hanya dapat melaporkannya ke presiden. Setelah itu, keputusan ada di tangan presiden, apakah pelaku didiamkan, diberi teguran, atau diberi sanksi hinga pemecatan.

Bola Ada di Tangan Jokowi

Harapan masih ada. Paling tidak harapan bahwa Jokowi berniat untuk menggagalkan para titipan menduduki kursi jabatan. Jika KPK selama ini yang paling membantunya untuk menggagalkan para koruptor, maka KASN yang akan membantunya memberikan laporan-laporan nepotisme yang melanggar UU ASN agar kemudian ia tindak. UU ASN bisa menjadi alat strateginya untuk menggagalkan nepotisme.

Namun menolak titipan jabatan dengan alasan UU ASN mungkin tidak akan kuat. Kemungkinan Jokowi tetap akan ditekan untuk tidak menghiraukan laporan pelanggaran dari KASN. Satu-satunya yang dapat memperkuat Jokowi untuk menindak para pelaku nepotisme adalah masyarakat yang vokal mendukungnya.

Mari kita tunggu temuan-temuan KASN lalu dukung presiden untuk bersikap adil dalam menindak para pelanggar UU ASN dan tekan mereka yang berusaha menggagalkannya. Pada akhirnya, tak ada yang lebih kuat dari masyarakat bersama-sama menyuarakan kebenaran dan keadilan.