Pluralisme Menyamaratakan Agama?

Beberapa bulan lalu salah satu pembaca blog ini mengirim email untuk mengajak diskusi mengenai pluralisme. Saya senang sekali membacanya. Ini pendapat sekaligus pertanyaan darinya:

Definisi pluralisme seperti di atas sering ditemui di masyarakat kita. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mendefinisikannya demikian. Sepertinya pluralisme didefinisikan dengan kekhawatiran sehingga berakhir pada kesimpulan yang kurang tepat.

Sejak jaman dahulu perbedaan selalu menyebabkan banyaknya konflik dan korban. Konflik dan korban inilah yang mendorong nenek moyang menciptakan teori cara hidup dalam perbedaan, yaitu pluralisme. Jika kita merunut kembali dengan jeli, pada awalnya teori pluralisme itu ada karena adanya perbedaan. Teori ini ingin melindungi perbedaan. Kita diajak untuk mengakui bahwa perbedaan adalah sesuatu yang alami dan bukan untuk dibuat menjadi seragam. Kita diajak untuk menghormati pilihan orang lain yang berbeda dengan kita. Jika kita berhasil mengakui dan menghormati perbedaan, maka secara alami kita tidak akan ingin mengubah perbedaan tersebut. Secara alami hidup kita akan damai walau bertemu dengan banyak perbedaan. Itulah maksud baik dari pluralisme. Tak terkecuali pluralisme agama.

Pluralisme agama tidak pernah bermaksud untuk menyamaratakan agama, tetapi menyamaratakan hak setiap individu. Setiap individu memiliki hak yang sama walau berbeda keyakinan. Perlu digaris bawahi, pluralisme agama bukan untuk mengurusi keyakinan tiap individu Keyakinan dan pluralisme agama adalah dua masalah yang berbeda. Keyakinan adalah sesuatu yang ada dalam hati kita, sementara pluralisme agama adalah cara untuk berhubungan baik dengan masyarakat yang penuh perbedaan keyakinan. Memang sudah sepatutnya setiap orang meyakini bahwa agamanya adalah agama yang terbaik dari segala agama. Tak seorang pun boleh mengubah keyakinan tersebut. Tetapi sudah sepatutnya pula setiap orang mengakui bahwa orang lain memiliki hak yang sama walaupun memiliki keyakinan yang berbeda. Tak seorang pun boleh mengubah hak tersebut.

Selama ini yang sering terjadi, kita memperlakukan orang lain berdasar keyakinan mereka. Kita memberi hak orang lain berdasar keyakinan mereka. Contoh yang sering terjadi, seorang pemimpin harus beragama X karena di daerahnya mayoritas beragama X. Atau penganut agama Q tidak diperkenankan beribadah karena di daerah itu mayoritas beragama X. Padahal setiap individu memiliki hak untuk menjadi pemimpin atau beribadah, apapun agamanya. Hal-hal tersebut dapat mengusik perdamaian bermasyarakat. Sekali lagi, disinilah pluralisme muncul mengajak kita untuk tetap berpegang teguh pada keyakinan kita, tetapi juga tetap menjunjung tinggi bahwa hak setiap individu itu sama. Itu saja, sesederhana itu.

Jadi untuk Anda yang khawatir bahwa pluralisme agama akan menyamaratakan agama, tak perlu khawatir. Bukan agama yang disamaratakan, namun hak setiap individu lah yang harus disamaratakan apapun agamanya. Pluralisme agama ada untuk melindungi keyakinan setiap orang, termasuk keyakinan kita. Pluralisme agama ada agar tidak ada penindasan karena keyakinan yang berbeda.  Dengan mengakui hak setiap orang itu sama, maka kehidupan bermasyarakat yang penuh perbedaan akan damai karena tak seorang pun lebih berkuasa atau tertindas.